One GML , June 24 2022
Pada awal pandemi banyak perusahaan menerapkan kebijakan Work from Home (WFH). Kini, seiring terus menurunnya kasus harian Covid, banyak perusahaan mulai beralih ke Hybrid Working, yakni kombinasi offline dan online.
Sistem ini memungkinkan karyawan bekerja secara fleksibel. Bisa dari kantor, dari rumah, kafe, atau dari mana pun. Sistem kerja hybrid dinilai lebih ideal, sebab karyawan bisa menentukan sendiri tempat kerja yang membuat mereka nyaman. Namun, hybrid working juga memiliki tantangan. Bila karyawan tak mampu mengelola waktu, pekerjaan bisa terbengkalai.
Lalu, bagaimana cara menerapkan hybrid working yang ideal? Chief of Human Capital Halodoc Thomas Suhardja menjelaskan, sebenarnya hybrid working bukan hal baru. "Semasa Covid-19 kita tergagap-gagap. Sebab kasus Covid-19 ini tidak ada sekolahnya. Untuk menemukan cara yang terbaik adalah dengan mencoba dan terus mencoba sampai ketemu cara yang terbaik," papar Thomas pada webinar yang diselenggarakan Center of DIGITAL & HUMAN TRANSFORMATION (CDHX) Community Gathering Sabtu (11/6).
Sejatinya sebelum pandemi sebetulnya sudah ada beberapa perusahaan yang menerapkan sistem hybrid. Halodoc, misalnya, sudah menerapkan sistem kerja hybrid sejak sebelum pandemi. Mereka menyebutnya work from anywhere (WFA)—yang kini juga digagas oleh sebagai sistem kerja bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Lalu, terjadi pandemi yang mengubah lanskap binis, termasuk penerapan sistem WFH. Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan sistem hybrid, mereka tak mengalami kesulitan. Berbeda dengan perusahaan yang masih menerapkan cara-cara kerja lama alias work from office (WFO). Mereka menghadapi masalah serius, meski akhirnya berhasil beradaptasi berkat dukungan platform digital.
WFH vs WFO
Kini, pandemi mulai mereda. Muncul gagasan dari perusahaan untuk kembali ke sistem kerja lama, yakni bekerja dari kantor. Di sisi lain banyak karyawan yang sudah terlanjur merasa nyaman dengan skema WFH.
Bahkan riset terbaru Qualtrics yang dilakukan tahun 2022 mengungkapkan, sepertiga karyawan (34%) memilih mengundurkan diri jika mereka dipaksa untuk kembali bekerja dari kantor secara penuh. Riset Qualtrics juga menyarankan pentingnya perusahaan untuk menyelaraskan pengalaman dan harapan karyawan dengan strategi perusahaan dalam mempertahankan talenta-talentanya.
Menurut riset Qualtrics, pengaturan yang paling populer adalah hybrid atau WFA Kombinasinya bisa tiga hari WFH dan dua hari WFO. Bisa juga sebaliknya. “Sebelum pandemi tidak ada WFA. Sekarang itu menjadi opsi yang harus dipertimbangkan," kata Thomas Suhardja. Jadi, perusahaan tak perlu lagi memaksakan penerapan 100% WFO. Harus ada keseimbangan.
Catatan lainnya, ungkap Thomas, penerapan sistem hybrid tetap mesti mempertimbangkan jenis industrinya. Thomas bercerita saat dia menjadi Head of Human ResourcesPT Ferron Par Pharmaceuticals, anak usaha Dexa Group yang bergerak di bisnis farmasi. Pada masa awal pandemi, saat anak-anak usaha Dexa Group menerapkan 100% WFH, Ferron Par justru tidak. Mereka justru menerapkan WFO, karena karyawan harus berada di pabrik untuk memproduksi obat dan suplemen. “Apalagi saat itu permintaan terhadap obat dan suplemen sangat tinggi, sehingga kami harus menerapkan WFO,” tutur Thomas.
Pengalaman Halodoc
Di Halodoc, papar Thomas, mereka menerapkan sistem kerja hybrid karena pertimbangan teknis. Ketika pandemi, Halodoc justru melakukan banyak rekrutmen karyawan baru. Ini membuat jumlah karyawan tumbuh sebanyak 40%. Ketika pandemi mereda, meminta semua karyawan masuk ke kantor jelas tidak efektif. “Kalau semua masuk ke kantor, ruang kerja kami jadi tidak cukup,” ungkapnya. Maka, Halodoc pun menerapkan sistem hybrid.
Namun, sebelum sampai menerapkan sistem hybrid, Halodoc melakukan kajian dan survei ke karyawan untuk mendapatkan masukan dan mengukur efektivitasnya. Ada lima hal yang mereka lakukan sebelum akhirnya menerapkan sistem hybrid, yakni:
- Communicate the why, benefit for both company and employees.
- Analyze sentiment, employee groups that will be impacted.
- Gather employee feedback on return-to-office plan.
- Ease in transition, avoid fix deadline.
- Empower managers to lead the team, playbook, understanding sentiment.
Kini, Halodoc menerapkan sistem giliran WFO untuk beberapa divisi. Misalnya, tim produksi harus masuk kantor beberapa hari dalam sebulan. Diikuti dengan tim dari divisi lainnya. Untuk HR, yang supervisi Thomas, mereka menerapkan sistem ganjil genap. Ini seiring dengan pemberlakuan sistem ganjil-genap di Jakarta. Kantor Halodoc kebetulan berada di Jakarta.
QuBisa
Jika ada informasi yang ingin ditanyakan, silakan Chat WA Customer Service & Social Media kami:
One GML , June 24 2022
Komunikasi adalah salah satu syarat wajib dapat terciptanya interaksi sosial. Saat Anda ingin berinteraksi dengan orang lain, sudah pasti dibutuhkan cara komunikasi...
One GML , June 24 2022
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu strategi terpenting bagi organisasi untuk meningkatkan kinerja dan produktiv...
One GML , June 24 2022
Manakah yang lebih sering Anda alami? Gagal atau berhasil membangun kebiasaan? Untuk membangun kebiasaan, kita tidak dapat hanya sekedar memiliki keinginan dan renc...
One GML , June 24 2022
Dalam dunia bisnis, tak peduli dalam industri atau sektor apa pun, persaingan selalu ada. Persaingan bisnis adalah hal yang biasa, terutama saat ini di mana setiap ...
2024 © ONE GML Consulting